Showing posts with label Poems. Show all posts
Showing posts with label Poems. Show all posts

Friday, 18 April 2014

[on friday] Seribu Tanya

Ada bait yang tertinggal
Ada rindu yang menggantung
Ada senja yang perlahan berias
Ya,
Padanya ada yang hilang
Entah,
Terkadang membosankan
Tapi,
Entah sore ini rasanya rindu mendera
Seketika menyergap 
Masuk dari lubang yang entah akupun tak tahu
Menerobosnya, lalu sampailah ia di depanku
 Tak ada batas
Pun sekat
Tiba-tiba seperti pelahan membeku
Terpekur
Entah, hanya bisa memandangnya lebih dekat
Bergerakpun tak kuasa
Tapi,
Sepertinya ada yang tertinggal 
Entah, aku tak ingat lagi

***
dibaca : berkali-kali
Siak,17/4/2014
writtwn by @hmzwan


Friday, 4 April 2014

[on friday] Suatu Siang

Siang ini hujan luruh perlahan
Membuat suasana semakin menentramkan hati
Tak seperti hari-hari yang lalu
Dia duduk terdiam, lemas seperti tak berdaya
Aku tak melihat cahaya di matanya
Iya, cahaya yang selalu terpancar setiap memandang wajahnya
Tak ada tanda-tanda angin ataupun mendung yang bergelayut
Tiba-tiba dia dikagetkan dengan kabar yang tak biasa
Sungguh, matanya perlahan redup
Berkali-kali jarinya memutar-mutar hanphone
Dia ragu, 
Tapi perlahan semakin takut dan tak berdaya
Dan aku, tak tahu harus berbuat apa
Melihat dia yang tiba-tiba berubah
Aku berdiri, lalu melangkah mendekatinya
Memeluknya erat dan lama
Perlahan emosinya membuncah
Tangannya semakin erat memelukku
Menangislah, ujarku membisik

***
dibaca 9 kali
Siak,4/4/2014
@hmzwan

Friday, 14 February 2014

[on friday] 4 Cerita 1 Jiwa

Hujan tak kunjung datang
Dua bulan kunanti
Ada yang berbisik
Tunggu aku tahun depan

Hendak kemana angin melaju
Pelan tapi menusuk
Ada apa gerangan?
Si gadis tak lagi berhembus

Pada siapa ia mengadu
Rindu tak tertahan
Siang ini ia pergi
Ada suara jeritan di balik jeruji

Kusam raut wajahnya
Mendung terlanjur pekat
Kemana lagi hati berlabuh
Pada rumah yang tak lagi berpenghuni

***
Siak,14/2/2014
Written by : @hmzwan
dibaca : 16 kali 

Friday, 7 February 2014

[on friday] Bibi Berparas Cantik



Tadi, aku sempat membaca raut wajahnya yang tersiram hujan. Tangannya gemetar, bibirnya sedikit pucat tak seperti biasanya yang merah marun. Senyumnya merekah ketika pagi menghampiri, satu persatu kaki-kaki mungil diantar oleh sopir bertandang ke gubuknya, di bibir pintu, sosok rembulan tunduk dan memeluk hangat mereka.

Pukul 9.00 tak ada lagi senyumnya di ujung gang, pintu gubuk pelangi sudah tertutup rapat. Yang terdengar hanya nyanyian merdu yang keluar dari bibir-biri mungil, sesekali aku mendengar suara merdunya.

Yang kutunggu saat terik mulai meninggi, ketika perlahan jemari lentik menyibak lembar demi lembar jendela dan pintu gubuk. Satu persatu bocah mungil keluar dan bermain. Dibawah pohon rindang yang teduh, aku melihatnya duduk, wajahnya ceria seperti langit siang ini. Terkadang, sesekali ia berlari dan memeluk kaki-kaki mungil yang berhamburan kearahnya.

Rasanya, berjuta-juta senyum manis dari lesung pipinya yang merekah sudah kuabadikan dalam memori terdalamku. Suatu saat jika tiba-tiba rindu menyapaku, tak butuh waktu satu menit bayanganmu sudah muncul dihadapanku. Sebab, pada setiap detik yang berdetak, ada hati yang selalu setia merekam gerak-gerikmu di persimpangan. Terkadang aku tak kuasa menyimpan beribu-ribu rasa yang terseok, untuk bangkitpun aku tak mampu.

Tak seperti biasa, halamannya penuh dengan karangan bunga. Tiba-tiba ia keluar, disampingnya sosok gagah yang aku kenal. ayahku…

***
Siak,7/2/2013
Written by : @hmzwan

Friday, 31 January 2014

[on friday] Sepadan Rasa


Sepucuk surat merah [entah sudah berapa lama tersimpan dilaci kamar ini]

Akan kemanakah kita..
Pertanyan itu yang selalu aku tanyakan ketika tiba-tiba engkau mengajakku pergi, dengan sedikit mengkerutkan dahi lalu seuntai senyum melebar dari bibir merahmu sambil berucap. 
"Ayolah,ikuti saja apa yang kuminta...satu lagi,jangan pakai alas kaki"
"Hah??"ujarku kaget
"Ayolah"sembari menariku 
"Baiklah,tunggu sebentar"
Sementara, engkau sudah berdiri di bibir pintu sambil mengerdipkan mata kearahku. Ah, apa-apaan ini, gerutuku dalam hati. Diluar gerimis tipis sedang mencari perhatian, bukan kepadaku. Mungkin pada sosok yang berdiri disampingku, Rey. 

Sepertinya ada yang memamah tanganku untuk membuka lembaran lusuh yang ada di hadapanku,dengan ragu, perlahan aku membukanya. Kosong, hanya selembar kertas lusuh yang tersimpan hampir lima tahun. Ya, lima tahun....tapi, tiba-tiba mataku tertuju pada ujung kanan atas kertas, satu kata...a k u...aku..... 

Entah, tapi aku ragu. Tiba-tiba ragaku seperti tercabik-cabik.

***
Siak.30/1/2014
@hmzwan



 
 

Friday, 24 January 2014

[on friday] Bagiku, Cukup Kau Ada


Jejeran tahun berlalu begitu saja, seperti angin yang terus menggelayut tanpa henti seperti musim hujan kali ini. Adakalanya mendung menepi diujung hari, tapi banyak juga bongkahan yang perlahan jatuh tanpa henti. Sampai-sampa kita lupa bahwa kita pernah jatuh dan terhempas tanpa tahu tempat mana yang akan menjadi persinggahan selanjutnya.

Terkadang ego lebih tajam daripada apapun, entah dari mana muasalnya akupun tak tahu. Mendadak jari jemari lunglai, tidak lama hanya butuh waktu untuk kembali seperti semula. Tersenyum tanpa beban, tertawa lepas tanpa ada sekat, tapi mungkin tahun ini sudah berganti, mungkin saja. Tak ada lagi pipi merona seperti saat sepasang muda mudi jatuh hati.

Bagiku, cukup kau ada.

Jika saja sesuatu hadir di sini, ya dihatimu. Mungkin sajak-sajak ini takkan ada, senyum pahit takkan hadir, dan butir-butir sinis takkan merajai.

Kelak, ya kelak kau akan tahu bahwa ada yang lebih perih dibandingkan dengan hujan musim ini. Jika saja kau ingat, jika saja...aku yakin kau takkan sekalipun ingat, aku tahu. Ada hati yang tersingkir, ada senyum yang mendadak lesu, ada biru yang mendadak abu-abu. Bukan senyumku, bukan ketulusanku, tapi dia...hatiku. Tapi kau takkan tahu, karena sengaja aku menyembunyikannya darimu. Aku takut, hatimu tergores tapi lagi-lagi egoku menarikku.

Kau, air yang mengalir di sepanjang sungai.

Langit sendu, pada siapa lagi ku mengadu?

***
Siak,24/1/2014
@hmzwan



Friday, 17 January 2014

[on friday] Larik Senja

 
Pada larik senja, ada senyum yang mengembang
Secangkir kopi dan kepulan asap, meski sedikit mengganggu
Bukan, bukan kopi yang ku maksud
Tapi kepulan asap yang sempat membuat wanita separuh baya di belakangnya tak berdaya
Meski sekejap saja, tapi sungguh itu menguras tenaga

Pada larik senja, ada seonggok hati yang berbalut riang 
Disudut sungai, dijejeran kursi yang tertata rapi
Sepasang muda mudi mengumbar tawa
Saling melempar canda satu sama lain
Sementara itu, dibawah meja ada kaki yang berjabat tangan

Pada larik senja, kita duduk berdua
Dimeja pinggir sungai berwarna orange yang sudah pudar dimakan zaman
Menikmati suguhan yang abadi
Ya, larik larik senja mulai menyapa kita
Perlahan tenggelam sembari meninggalkan jejak yang indah

***
Siak,17/1/2014
@hmzwan
dibaca : 17 kali

 PS (foto)
by : Hanna HM Zwan
camera : galaxy note
focus mode : auto
ISO : auto

Friday, 10 January 2014

[on friday] Yang Tertinggal

Manalah bila pagi membisu
Ada rintik yang perlahan mencumbu
Akankah hanya semu
Merajai rindu yang kelabu

Meski rasa tak lagi menyatu
Seolah ingin benar-benar menjauh dariku
Lalu, apa salahku
Akupun tak lagi menahu

Larik-larik rindu tak lagi sesahdu dulu
Terpaku
Sendu
Dan, akupun semakin tergugu

***
Batam,10/1/2014
(Ini hasil coretan yang tersimpan di buku catatan yang tertinggal di Batam, ditulis pada tanggal 14/4/2013 ^^)

Dibaca : 7 kali

Friday, 3 January 2014

[on friday] Seuntai Bunga di Kursi Hijau

Jalanan sore ini cukup berdebu
Puluhan truk lalu lalang sedari pagi
Ada yang bergetar di dalam saku celanaku
Eyang, ada apa gerangan?
Langkahkupun berhenti sejenak
Aku terdiam mendengar ucapan lelaki tua diujung telpon
Ah, kukira ada sesuatu yang menimpanya
Ternyata eyang sedang merindukan cucunya yang sedang menikmati jalanan desa ini
Berdebu
Berpasir putih
Langit biru
Awan seolah menjuntai ke bumi
Rumput hijau sepanjang kiri kanan jalan
Segerombolan bebek dan swan menari dalam sunyi
Dan,
Aku melihat nyiur melambai
Aku tahu, ia ingin aku berjabat tangan dengannya
Kususuri jalanan tanah berpasir lembut ini
Banyak kerikil cantik
Tiba-tiba aku melihat kursi hijau
Tergeletak seuntai bunga merah muda
Cantik,
Siapakah pemiliknya?
Sementara nyiur masih melambaikan tangannya
Aku duduk diantara angin yang perlahan mengecupku
Sore ini indah
Tapi, aku masih menunggu pemilik bunga cantik ini
Eyang,
Tunggu aku diujung senja
Sebentar saja
Tak lama

***
Siak,3/1/2014
Note : dibaca 13 kali

Friday, 6 December 2013

Cerita Gadis Cilik Berkerudung


Seringkali aku melihat wajahnya sayu
Entah apa yang ada dibenaknya
Aku tak begitu faham
Hampir setiap pagi ia merengek
Awalnya diam seribu bahasa 
Tetapi ketika sang ibu beranjak dari kursi
Perlahan isak tangis suaranya terdengar
Lirih namun bermakna
Seperti ada kata-kata yang ingin ia ucapkan
Tapi aku kurang begitu faham
Sampai akhirnya membeludak
Seperti air bah yang tiba-tiba datang tanpa diundang
/
Seringkali aku melihat wajahnya yang ayu
Bibirnya yang sedikit pucatpun tak tampak
Karena senyum lebar selalu menghiasi harinya
Tangan mungilnya selalu menggelayut saat sang ibu duduk 
Bahkan saat duduk di kursi sempitpun ia tetap setia
Katanya, satu hari saat ia bercengkrama denganku
Ia benci dengan ibunya
Ada apa, tanyaku terhentak
Ibu tak pernah lagi menciumku
Bahkan tak lagi menina bobokkan seperti malam-malam sebelumnya
Ucapnya sambil memainkan kelereng di tangannya
Sementara wajahnya tetap ayu tapi ada sayu yang menggelayut

***
Siak,6/12/2013
 

Wednesday, 4 December 2013

Catatan Awal Desember


Desember sudah melaju,empat hari sudah aku memamah hari-hari dengan sejuta senyuman. Dari jendela tempat aku berdiri saat ini, perlahan kusibakkan tirai berwarna hijau pupus yang sudah usang. Di luar cuaca masih sendu seperti baru saja kehilangan sosok yang dicintai, wajahnya datar tanpa ekspresi. Tak ada satupun jejak kaki yang lewat, hanya suara rintik lembut dari atas gubuk.
 -
Hingga hari berlalu, aku tak melihat senyum yang merekah di wajahnya. Ini sudah empat hari, kata nenek diujung teras sambil mengibas-ngibaskan celana lucu berwarna biru. Jika saja dua jam saja ada kilatan senyum yang merekah, tentunya semua riang, begitu juga dengan nenek dan lautan kainnya. Tapi sudah empat hari tak ada perubahan, hanya sesekali nyiur angin menyapa itupun tanpa senyumah. Entah apa yang terjadi dengan semesta ini.
 -
Ya sudah, aku menutup kembali tirai yang sudah berdebu. Tak ada kawan untuk hari yang sudah beranjak dewasa kali ini, nenek tak ada suara, entah mungkin sedang menikmati teh manis dan seuntai rokok yang setia mengepul di bibir keriputnya. Ah, nenek. Sudah pukul sembilan, ada sesuatu yang harus kulakukan. Mematikan lampu dan menggantinya dengan lampu tidur, berharap esok aku melihat senyum merekah di wajah sang timur.

***
Siak,4/12/2013

Monday, 2 December 2013

Bukan Gendis


Dulu,aku pernah bermimpi duduk manis bersamamu saat menjelang senja. Dimana tak ada suara riuh dan bualan jalan raya yang mengganggu keintiman kita.
  •  
Gendis, bukan lagi sosok yang ku kejar setiap bel pada jam usai kuliah. Ada bibir ranum yang perlahan mampu memamah detak jantung ini padanya. 
  •  
Rinai hujan perlahan datang tanpa kuundang, ribuan pasang kaki berhamburan mencari payung. Tapi entah, mungkin karena tak kuundang, perlahan sang biru menarik jutaan rinai yang dengan ikhlas menjatuhkan dirinya ke bumi.

Wangi khas tanah leluhur menyeruak, seolah ingin mendapatkan perhatian yang layak dariku. Tiba-tiba mataku tertuju pada sang pemilik bibir ranum, sontak perhatianku buyar.
  •  
Pada jalan setapak kakiku berjalan mengikuti arah sang detak jantung, saat itulah mendadak kakiku lemas seketika berhenti pada tanjakan batu kali yang berada di pinggir danau. Ada seuntai senyum merekah dari lelaki bertopi hitam, perlahan mencium keningnya. 

Lalu detak jangtungku berhenti,entah sampai kapan.

***
Siak,2/12/2013

Monday, 30 September 2013

Puisi Satu Baris #4

Rasanya,ingin aku mengelabuhi malam

Foto diambil di depan kamar kos. Siak 29//2013

Saturday, 28 September 2013

Dayun




En,
Mimpi apa aku semalam
Saat ini aku memandang hamparan hutan sawit yang luas
Diatas pelana kuda besi
Aku duduk diam sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri
En,
Sugguh aku tergugu dalam pelanamu
Ini bumi mana lagi yang akhirnya kupijak
Sepi seolah hanya kita yang menari dalam mimpi
Sementara segerombolan angin berlomba menyapaku
En,
Saat kamu asik dengan duniamu
Perlahan akhirnya aku tahu
Antara Siak dan Dayun 
Terbentang jarak yang luas
En,
Andai kamu memberi izin
Rasanya aku ingin berhenti sejenak
Membiarkan satu persatu angin mengecupku
Tanpa harus berdesakan satu sama lain
En,
Masih diatas pelana
Tanpa kamu ketahui
Diam-diam aku merasakan kecupan itu
Rasanya sama tapi kali ini hatiku berlabuh di Dayun

***
Siak,28 september 2013

Nb: foto diambil saat pertualangan pertama menuju ke desa Dayun.



Monday, 26 August 2013

Malaikat Juga Tahu


Mungkin ada hal lain yang tidak semua orang suka tapi saya suka, rumah yang sejuk di pinggir sungai, halaman luas, satu pohon mangga rindang berdiri tegak di samping kanan rumah, satu pohon alpukat mentega kokoh di depan teras, di ruang makan dekat dapur sengaja separuh atap terbuka, berharap ketika langit biru menyapa aku melihatnya jelas, ketika hujan merindukanku tak perlu lari dan tergesa-gesa membuka pintu hanya sekedar ingin memeluknya, ketika tiba-tiba di pagi hari dan langit membiru semilir angin melambaiku aku bisa langsung membalas belaiannya tanpa harus buru-buru membuka jendela ruang tamu atau dapur.

Mungkin ada hal dimana banyak orang tidak suka suasanan sepi, di rumah gedongan sendiri tanpa ada teman atau pasangan disampingnya. Tapi aku berbeda, tak ada jeda untuk tidak menikmati frasa demi frasa kehidupan, jengkal demi jengkal waktu yang berlalu begitu saja, beranjak dari merajut mimpi, menemui sang empu kehidupan, bercengkrama seperti layaknya teman dekat, melalui hari yang mungkin bagi sebagian orang melelahkan, sendiri ditemani benda-benda mati yang ada di beberapa ruangan yang tertara rapi.

Mungkin jengah melanda tapi hidup masih terus berjalan, tak ada yang sia, terkadang terasa gelap tiba-tiba seperti diterjang ombak dan perlahan tergulung pelan hingga akhirnya terdampar di bibir pantai. Andai semua pantai indah, mungkin aku akan bertahan hingga titik penghabisan, tapi kali ini pantai terasa ramai oleh jutaan manusia, rasanya tidak ada ruang untuk mengembalikan nafas yang sedari tadi tertunda, tapi lagi-lagi dibalik kericuhan ada hati yang kosong, di ujung pantai ada satu frasa terlihat sendu tak berkawan duduk di atas bongkahan pohon yang terjatuh, ada pilu yang mendera, sepertinya.

Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu, bahagiaku pasti
Berbagi, takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati

Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan kepadamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski sering kali kau malah asyik sendiri

Karena kau tak lihat
Terkadang malaikat tak bersayap,
Tak cemerlang, tak rupawan
Namun kasih ini, silahkan kau adu
Malaikat juga tahu
Siapa yang jadi juaranya 

~ malaikat juga tahu, Dee~

...26/8/13...
 


Monday, 20 May 2013

Cemburu




Setelah kejutan datang tadi siang
Tiba-tiba hujan merangkulku erat dari belakang
Diujung maghrib aku tak melihat senyum senja
Mungkin cemburu merasuki
Sepertinya..

/14mei2013/ 
 



Wednesday, 1 May 2013

Hujan


Mendadak badanku kaku
Nafasku perlahan berjalan
Dingin menusuk tulang
Inginku berbaring sekejap
Namun, tiba-tiba kekasihku datang
Hujan....


-----------
Khinama ja'a mator,asuqqu ma'a hubby....just the sweetest thing ever ^_^
Batam, 1 Mei 2013

Tuesday, 30 April 2013

Sajak Malam





PUISI MALAM
Senja sudah menuju peraduan
Dibalik awan hitam terselip kabut putih
Nun jauh, purnama menyibakkan senyumnya
Sementara tak terlihat kerlip bintang
Tak satupun menampakkan raut wajahnya
Tersadar ada yang tersembunyi
Perlahan ku mengadu
Pada langit yang terlihat pudar
Salutku atas kesetiaanmu
Merangkulku pada tengah malam
Meski ku tahu bintang tak lagi Nampak
Hanya jejak yang tertinggal
Harusnya aku tahu


RAHASIA MALAM
/1/
Andai waktu bergulir dengan cepat
Mungkin aku tak senelangsa ini
Membiarkan detik demi detik berlalu
Tanpa harus ku menunggu dipersimpangan jalan
/2/
Mengapa bagitu sulit meredupkan mata
Sementara angin masih setia melambai malam
Tak gentar bintang malam berserakan
Menikmati desah harmoni alam
/3/
Hingga sampai mata terpejam
Imajinasiku melayang jauh
Mencari potongan rindu yang terbelah
Diantara ribuan hati yang berjelaga
/4/
Lalu, dilain tempat
Ada jiwa yang menggurita
Menjajalkan hati pada mangsa
Meski tersadar ada hati yang tersisa


MERAJUT MALAM
Cukup sudah hati tertatih
Tak perlu lagi ada wajah cemberut
Disetiap malam kau merajut
Pada mimpi yang tak kunjung henti
 **
Mawar akan tetap menjadi mawar
Meski terserak ia tetap tajam
Hatinya beku dan kaku
Seakan ada sesuatu yang membelenggu
 **
Nyata sudah asa tertumpah
Butir-butir getir membelalak
Membiarkan semua tergulung
Satu persatu terbang tanpa sayap


-------------------------------
Alhamdulillah terbit di Batam Pos, Ahad 28 April 2013