Monday, 13 May 2013

Satu Aroma yang Membuncah

Jika ditanya aroma apa yang sangat membekas di hati sampai saat ini?dengan sigap saya langsung menjawab kopi. Saya mengenal aroma kopi saat saya menjalani PKL (praktek kerja lapangan) di salah satu kampung terpencil yang berada di puncak gunung Rajegwesi Ponorogo, saat itu pertama kali kami menginjakkan kaki pada malam hari dan disambut oleh kamituwo dan beberapa warga desa. Saat itulah saya diperkenalkan dengan kopi dan aromanya yang benar-beanar melekat sampai saat ini, kopi yang berbeda dengan kopi-kopi yang ada di perkotaan. Kopi di kampung ini ada campuran jagungnya, terkadang setiap pagi saat mata saya belum terbuka aroma kopi inilah yang menyapa saya dan teman-teman sehingga kamipun perlahan terbangun untuk menikmati secangkir kopi dan teh hangat buatan mbah Katirah.

Dari situlah saya mengenal aroma kopi sesungguhnya, setelah pulang dari PKL dan kembali ke Malang. Saya lebih sering membeli kopi saset *maklum anak kos hehehe*, pagi hari sebelum berangkat kuliah ataupun saat malam tiba saya sering meracik kopi. Sesekali jika ada inspirasi menulis di Kompasiana, kopi inilah yang menjadi teman setia saya. Sejak moment PKL itulah saya mengenal aroma kopi yang sesungguhnya, bahkan sampai saat inipun meski saya sudah tidak lagi mengkonsumsi kopi tapi ketika saya membuatkan kopi untuk suami. Saat mengaduklah saya benar-benar menikmati aromanya dengan memejamkan mata, sungguh aromanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Just the sweetest thing ever.....

Dan, inilah aroma kopi yang tertuang dalam salah satu poem saya....

ANTARA HUJAN, SENJA, DAN KOPI
/1/
Rindu kamu itu candu
Seperti aku yang tak bisa lepas dari hujan
Yang perlahan menyemai buih-buih gerimis
Menjadi rasa yang tak mampu merasa
/2/
Rindu kamu itu candu
Seperti aku yang tak bisa lepas dari senja
Saat lembayung jingga perlahan mencumbuku
Saat itulah sebuah rasa menjadi bara
/3/
Rindu kamu itu candu
Seperti aku yang tak bisa lepas dari kopi
Semburat asapnya mampu mengoyak jiwa yang ruah
Dari sendu yang kelabu menjadi menggebu
(By: HM Zwan) 


******





































15 comments:

  1. Hehe...Sama Mbak Saya juga tetap menyimpan aroma kopi dalam memori.

    ReplyDelete
  2. Saya juga sukaaa sekali aroma kopi. Hmmmm... harum

    ReplyDelete
  3. aku suka aromanya aja tapi kopinya gak suka :)

    ReplyDelete
  4. ada aroma kopi...! Langsung nyala radarnya. hehehe.. Aku juga sukak.

    ReplyDelete
  5. Skrg aku cuma penikmat aroma kopi sj miss.. Dah lama ndak bs jd penikmat kopi lagi gara2 lambung, hiks...

    Sukses GAnya, miss Hanna :-)

    ReplyDelete
  6. aku juga suka aromanya mbak.. kalo minumnya udha lama ga minum :p

    ReplyDelete
  7. Dulu damae benci kopi, karena memang masuk daftar minuman yang dilarang untuk tubuh damai. tapi semenjak kehilangan mood menulis, sering memesan capucino di sudut cafe. ya, meski tak setajam kopi, setidaknya capucino itu bercampur dg kopi ya mbak. hihii..

    sukses buat GA nya. :)

    ReplyDelete
  8. Puisi yang manis.
    Kopi itu memang bagai candu. Baunya juga ya ternyata :)
    Moga menang ya mbak :)

    ReplyDelete
  9. Sering bikin kopi tp bt Bapak hehe..
    Sukak puisinya banget mbak,,

    ReplyDelete
  10. aroma kopi memang kuat yaa...
    sampai sampai ada Miss Coffee loh

    ReplyDelete
  11. Dija gak boleh minum kopi sama Tante Elsa...

    ReplyDelete
  12. Saatnya ngopi di pojokan warung sebelah, Mbak, hehehe

    Matur nuwun partisipasinya, Mbak, sudah tercatat sebagai peserta :)

    ReplyDelete
  13. Aroma kopi memang menyimpan banyak kenangan ya :)

    Terima kasih sudah ikutan GA Cerita di Balik Aroma :)

    ReplyDelete