Menyelamatkan
satu anak-anak kita dari pemahaman yg merusak,
juga boleh jadi senilai menyelamatkan seluruh
dunia.
Bagaimana mungkin? Hanya satu orang? Bisa setara seluruh dunia? Karena boleh
jadi, teman kita ini, anak2 tersebut, besok lusa menjadi pemimpin hebat, orang
penting, yang darinya kemaslahatan atau sebaliknya kerusakan bisa bersumber.
--Darwis
Tere Liye--
Barusan saya sarapan di kantin bareng anak-anak SD yang sedag breaktime, tiba-tiba ms Desi (wali kelas
1a) mendekat ke tempat saya duduk untuk membicarakan dan mencari solusi buat
orangtua siswanya yang bermasalah.
Appa???orangtua yang bermasalah???orangtua apa siswa???
Ya, Orangtua….bukan siswa.
Intan, siswi
SD kelas 1a usianya sekarang 9 tahun. Anaknya tidak ada masalah, hanya saja
anak ini mengalami kesulitan belajar (berhitung dan pemahaman) karena sering
tidak masuk sekolah. Semester lalu Intan pernah tidak masuk sekolah selama 1,5
bulan, usut punya usut ternyata dulu mamanya punya masalah dengan beberapa guru
yang mengajar di sekolah ini. Dan, dampaknya lari ke anaknya. Anaknya tidak masuk
sekolah selama 1,5 bulan, dan wali kelas sudah sering sms dan telpon tapi tidak
dibalas dan tidak ada hasilnya sama sekali.
Sekarang
Intan sudah masuk sekolah lagi, tapi sering juga tidak masuk sekolah. Kata mamanya
sakit, terkadang sudah ada laporan ke resepsionis kalau Intan tidak masuk
sekolah dan tiba-tiba jam 11.00 Intan ke sekolah. Pernah ms Desi membuat
laporan mingguan dan mencatatnya di communication book tentang perkembangan Intan
tapi respon mamanya tidak baik, mamanya mengadu ke kepala sekolah, ia sakit hati
dengan catatan dari ms Desi sampai-sampai mamanya menangis dan lagi-lagi
anaknya tidak sekolah. Huft,
Kepala
sekolah lalu mengkonfirmasi masalah kecil ini ke ms Desi, tidak ada hal yang
menyakitkan dalam mencatat perkembangan anaknya di communication book. Dengan
bahasa biasa dan sangat hati-hati sekali karena ms Desi tahu dan mengerti bahwa
karakter mama Intan itu sensitif dan terlalu dibawa ke hati.
***
Okey, cukup ya cerita saya kali ini. Sebenarnya panjang tapi ini
saja sudah cukup, yang terpenting intinya hehe.
Berkali-kali wali kelas sudah bercerita mengenai Intan yang
dikelas diam saja, tiak bisa berhitung 1-50, tidak bisa mengerjakan tugas ini
dan itu dan blab la bla bla. Berkali-kali
juga wali kelas bercerita mamanya seperti ini seperti itu, dipanggil ke sekolah
untuk menginformasikan kondisi dan perkembangan anaknyapun tidak datang. Otomatis
wali kelas bingung, dan stress menghadapi
masalah satu anak ini. Untuk hal ini, saya akhirnya member solusi seperti ini:
- Stop menghubungi orangtua, karena orangtua yang butuh bukan guru
(karena permasalahannya seperti ini).
-
Tetap laporkan perkembangan anak selama satu minggu di communication book. Entah itu dibaca atau tidak yang terpenting itu laporkan perkembangan anak.
- Jika orangtua sakit hati dan terlalu dimasukkan dalam hati dengan
apa yang guru catat di sekolah, entah melewati kepala sekolah atau guru lain.
Abaikan, biarkan saja sampai orangtua benar-benar menemui wali kelas bukan
orang lain. Karena yang mengajar dan
benar-benar tahu keadaan siswa itu wali kelas bukan kepala sekolah atau guru
lain.
-
Bersikap tegas dalam memutuskan sesuatu. Misalnya, oke..jika
kemarin orangtua sudah ditelpon dan tidak hadir, stop menelpon.
-
Membina dan mengajari anak dengan hati, ya meskipun kita tahu
bahwa orangtua tidak peduli kepada pendidikan anaknya.
Banyak
sekali permasalahan di sekolah terutama anak-anak, tapi bagi saya masalah
anak-anak di sekolah masih bisa diatasi dengan baik. Tapi masalah orangtua,
terkadang saya hanya bisa angkat tangan hehehe….yah,setidaknya tangan saya
hanya bisa menyelamatkan anak mereka yang sudah menjadi korban ego orangtuanya.
*****
With love,
HM Zwan