Saturday, 19 November 2011
Tradisi Mbubak Jelang Pernikahan
Episode Ponorogo,
Sepuluh hari di Ponorogo rasanya banyak sekali momen atau kejadian yang harus di dokumentasikan, setelah berkeliling Ponorogo mencicipi berbagai aneka Pecel Ponorogo. Kali ini saya akan menceritakan salah satu adat istiadat masyarakat Ponorogo menjelang pernikahan putra/putrinya. Dalam adat Pernikahan di Ponorogo, jika anak sulung atau anak bungsu menikah maka ia harus di mbubak. Istilahnya yaitu pelepasan anak dari pihak keluarga, memohon do’a untuk kelancaran acara pernikahan, dan mendo’akan calon mempelai pengantin.
16 September 2011,
23.30 wib
Mungkin karena kecapekan, pukul 21.30 saya sudah tidak tahan lagi untuk istirahat karena selama beberapa hari tenaga terforsir untuk menyiapkan pernikahan adik saya (adik kandung suami), entah tiba-tiba pukul 23.30 saya dibangunkan oleh suami untuk bersiap-siap. Dengan wajah masih ngantuk sayapun bertanya kepada suami.
“Ada apa..??”
“Mau di mbubak, itu orang-orang sudah kumpul di luar..”ujar suami
“Mbubak..??jam berapa sekarang..??”
“23.30..”ujar suami sambil tersenyum
“HEHHH..???mau diapain kita mas…??”
“Lihat aja nanti….”
Uwaaaa….dengan sigap saya langsung ganti kostum seadanya (maklum bangun tidur jadi acakadut…”aslinya dah acakadut hehe“). Keluar kamar, di tempat berbeda sudah berkumpul banyak orang, sanak saudara, tetangga, dan juga beberapa tamu undangan. Dengan mata masih setengah sadar saya, suami, bapak, ibu, dan kedua adik (adk kandung suami) disuruh duduk di depan menghadap para tamu. Di depan saya sudah ada banyak makanan (kenduri) yang disuguhkan dan dibungkus dengan daun pisang dan jati, adapun isi dari kenduri tersebut yaitu berupa :
…nasi tumpeng mini
…sego gureh (nasi gurih)
…ayam panggang
…pindang tempe
…telur
…sambal goreng
Serta berbagai tempat-tempat kecil yang terbuat dari tanah liat dan benda-benda seperti:
…kendi, berisi apa saya kurang tahu
…layah (cobek)
…kuali, berisi berbagai jajanan pasar seperti kerupuk dll
…tikar
…piring, berisi beras warna kuning dan putih
…sapu kecil,
…lilin
…kembang mayang
…kotak panjang + ukuran 50 cm terbuat dari kayu dimana didalamnya berisi putih-putih (walla,ini saya juga kurang tahu apa itu) dll.
Acara dibuka dan dimulai oleh pak mudin, dengan menggunakan bahasa jawa halus khas Ponorogo sayapun kurang memahami benar tapi inti dari ungkapan-ungkapan beliau yaitu pelepasan anak dari keluarga, serta berbagai do’a kebaikan untuk anak sulung yang sudah menikah lebih dulu (tanggal 8 September 2011) dan anak kedua (adik suami) yang akan menikah esok hari (tanggal 17 September 2011). Setelah acara inti yang di pandu oleh pak mudin dan ditutup dengan do’a, akhirnya saya, suami, bapak, ibu, dan kedua adik di persilahkan untuk membuka tutup kuali yang tepat ada di depan suami. Dengan berbarengan kamipun membuka tutup kuali tersebut yang berisi jajanan pasar dan mengambilnya lalu memakan, sebagai syarat kamipun mengambil pisang dimulai dari bapak lalu kemudian dimakan oleh ibu, sisanya diberikan kepada suami, saya, dan kedua adik. Sebagai simbol agar pernikahan kami membawa berkah dan dimudahkan rezekinya oleh Allah SWT amin.
Setelah acara membuka kuali, dilanjutkan dengan menyuguhkan kenduri yang ada di depan kami dan membagikan kepada tamu lalu kami bersama dengan tamu meikmati kenduri secara bersama-sama. Setelah kenduri habis acarapun selesai dan para tamupun undur diri.
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
Batam 2011
Selamat datang di Ponorogo saudara.
ReplyDeleteSemoga banyak kisah menarik yang dapat diceritakan kepada orang terdekat anda...
Terima kasih.
Salam kenal.
yub,sama2....
ReplyDeletesebenarnya bukan pertama kali ke pononoro,sudah 7 tahunan di ponorogo :), cuma kebetulan ne dapet org ponorogo dan baru kali ini ngalami tradisi kayka bini... :)
inilah bentuk kebersamaan yang telah diwariskan oleh mbah2 kita dan seharusnya kewajiban kita untuk menjaga kebersamaan seperti ini agar tidak punah tertelan buasnya zaman...bukan begitu ??
ReplyDelete